Senin, 26 Januari 2015

Egois

Istighfar sederhana, ya “astaghfirullah”. Andai mengerti luasan maknanya, satu kalimat itu sangat memadai. Tapi karena barangkali ga terlalu paham, ya istighfarnya dijabarin sendiri saja, sambil dirasa-rasa_____dihadiahi oleh seseorang Istighfar ......punya salah apa? Kok dihadiahi sama seseorang yang egois? Cari tau penyebabnya, bukan dari “lawan”, tapi dari dalam diri sendiri.

Ada sebab langsung dan ada sebab ga langsung. Sebab langsung, mungkin kelakuan kita sama pasangan kita. Sebab tidak langsung adalah dari perbuatan salah kita di tempat lain sama atau ke orang lain, yang buahnya “dimunculkan” Allah menjadi Teman , pasangan bahwak keluarga yang menyebalkan. Sebab namanya saja Yang Menghukum, ya terserah Allah bentuk hukumannya... apa ? :)

Itulah sebabnya, banyak orang yang tidak mengerti kenapa bisa terjadi ini dan itu, padahal tidak merasa begini dan begitu. Ternyata, secara langsung memang tidak ada kaitannya. Tapi, setelah ditelisik lebih dalam lewat cermin kejujuran diri atau muhasabah, baru ketahuan. Sebab tidak langsung itu, bisa berasal dari kesalahan kita sama Allah secara langsung atau sama manusia yang lain.Orang lain sulit menemukan kesalahan diri kita, kecuali kita sendiri yang menelisik diri kita sendiri. Jadi mulai doa dengan istighfar yakni, mulailah doa, tidak ke inti apa yang diinginkan, melainkan muhasabah dulu, cari tau ke dalam dulu. Belajarlah soal penyebab dan jawaban. Juga istighfar.______

Untuk Saudara, yang ada perlakuan jelek orang lain terhadap Saudara, cobalah pikirkan bagaimana perlakuan Saudara ke Allah dan ke hamba-hamba-Nya yang lain? Pikirin itu. Jangan hanya pikirin perlakuan orang lain ke Saudara dan apalagi mikirin Perlakuan Allah ke Saudara yang dianggap ga adil lah, jahat lah, buruk lah, hingga yang ada hanya penyesalan, gerutuan, rerasanan, tanpa menyadari kesalahan diri sendiri.

ada orang yang dibuat gampang sekali punya pekerjaan. Tapi ga dapat rizki soal kesehatan. Ada yang sehat banget, tapi sulit soal pekerjaan. Ada yang kaya, tapi ga punya anak. Ada yang punya anak, tapi banyak hutang. Macem-macem dah. Wong sejatinya kan semua hidup ini ya ujian. Muhasabah saja, jika karena perbuatan kita. InsyaAllah ujian itu milik Allah. Ada yang bener-bener ujiannya adalah soal jodoh, walaupun dia ga berbuat dosa. Bener-bener Allah aja yang kepengen jadi Kekasihnya. Seperti Maryam, perempuan suci, yang banyak ibadahnya, ga ada dosanya. Ya Maryam juga ga punya jodoh. Ga ada suami. Tapi Allah punya maksud kan? Yakni Maryam menjadi ibu dari Nabiyallaah Isa.

Namun sebagai manusia biasa, agaknya memang banyak-banyak muhasabah (introspeksi diri). Saudara yang dimudahkan Allah pekerjaan, tapi akhirnya ga cukup-cukup, ya mestinya ketika minta dicukupkan rizki, prinsip istighfar dikedepankan. Cari tau kekurangan diri dan kekurangan ibadah. Jika ditemukan, benahin. InsyaaAllah rizki bakal dicukupkan. Saudara yang anaknya buandel, jangan hanya berdoa saja. Tapi koreksi diri. Siapa tahu persoalannya bukan di anak. Tapi di diri Saudara sendiri.___________

prinsip alhamdulillaah, ternyata Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kita banyak bersyukur dan jadi tenang karena banyak berpikir positif.

Allah ga suka kita mengeluh. Prinsip istighfar adalah prinsip ketawadhuan, kerendahhatian di hadapan Allah. Tapi bukan ajang menghukum diri. Agak tipis. Supaya bisa menatap masa depan dengan benar, dengan memohon ampun dan menyucikan diri.____Banyak di antara kita yang tidak mengetahui bahwa dengan berpikir positif, sesungguhnya akan membawa juga kepada ketenangan. Dan jika sudah tenang, maka sesungguhnya, apa yang disebut masalah oleh kita, ga ada lagi masalah. Sebab fokus juga udah bukan lagi kepada apa yang kurang. Melainkan kepada apa yang sudah Allah berikan.____




Senin, 19 Januari 2015

Atas Nama Cinta

Malam sudah larut. Kadir masih duduk menemani Zikro yang tengah menyelesaikan tahapan akhir finishing lemari. Sejak dua hari lalu Kadir tidak pulang ke rumah, tapi ke bengkel kerja Zikro yang memiliki kebiasaan kerja malam. Zikro seperti bukal (Sasak: kelelawar), siang tidur malam melek.
Kadir tidak ingin Zikro bekerja tanpa pendampingan, apalagi sudah mendekati deadline. Bukannya tidak percaya—bahkan bagi Kadir, Zikro adalah salah satu orang yang paling bertanggungjawab yang pernah ia temui—tapi sebagai agen pemesanan dia ingin memastikan hasil hasil setiap pekerjaan harus maksimal dan memuaskan seperti yang selama ini ditunjukkan Zikro.
“Apa yang kau pikirkan tentang bacaan basmallah?” Kadir tiba-tiba mengagetkan Zikro dengan pertanyaan tak biasa.


Kadir sebenarnya tidak ingin benar-benar bertanya. Dia hanya ingin mengetahui apa yang dipikirkan Zikro. Zikro orang yang sederhana. Pendidikannya tsanawiyah—setingkat SMP—namun sangat gemar membaca. Dia bisa diajak ngobrol apa saja, seperti orang yang kaya wawasan.
“Kenapa, Miq Kadir?”
“Gak. Sekedar nanya aja.”
Zikro memandang kaligrafi basmallah yang menghiasi dinding bengkel tepat searah pandangannya. Dia melepas peralatan tukangnya.
“Menurut saya,” katanya kemudian, sambil memperbaiki posisi duduknya di atas bangku, “basmallah adalah konfirmasi bahwa kita adalah khalifatullah, wakil Allah—seorang ambasador Tuhan di bumi ini.”
“Bukankah kita makhluk terusir?”
Zikro tidak bereaksi. Kadir melanjutkan kata-katanya sambil mengutip sebuah ayat.
“Itu yang dijelaskan dalam Al-Baqarah, ayat 36,
Dan setan menggelincirkan Adam dan Hawa, dan mengeluarkan mereka bedua dari jannah itu.”
“Kalau diperhatikan baik-baik, ayat itu jelas sekali menegaskan bukan Allah yang menggelincirkan dan mengeluarkan manusia, tapi setan.” Kadir menanggapi.
“Tapi banyak keterangan yang menyebutkan bahwa Adam dan Hawa terusir dari jannah dan ditempatkan di bumi.”
“Mari kita baca secara lebih seksama, setidaknya dari ayat 30,” Zikro mengajak Kadir mentadarrusi ayat dengan lebih teliti. “Ayat ke 30 Al-Baqarah itu dengan terang benderang menjelaskan bahwa sejak awal Allah merencanakan manusia sebagai pengelola bumi. Bahkan Dia menyebut manusia sebagai khalifah-Nya—wakil-Nya, pengganti-Nya di bumi, seorang ambasador dari Yang Maha Agung.”
Zikro berhenti sejenak sambil menerka pertanyaan yang bergelayut di benak Kadir.
“Nah, adanya setan dalam proses penyiapan manusia menjadi khalifah Allah di bumi,” lanjut Zikro, “hanya sebuah rintangan yang harus ditaklukkan dalam pertualangan menggapai kesejatian. Ini juga untuk menyadarkan manusia bahwa setan akan selalu ada dan terus menerus membisiki manusia dalam menjalani tugas kekhalifahan itu. Bukankah dalam sebuah hadits shahih Nabi mengingatkan bahwa setiap manusia, termasuk Nabi sendiri, didampingi oleh malaikat dan setan? Karena itu kita harus mawas diri. Harus terus berta’awwudz?”
“Terus apa hubungannya dengan basmallah?” Kadir tidak sabar mendapat jawaban atas pertanyaan awalnya.
“Ketika seorang membaca basmallah saat melakukan sesuatu, dia berarti sedang mengikrarkan diri melakukan hal tersebut atas nama Allah.”
“Atas nama Allah?”
“Ya. Atas nama Allah.”
“Terus?”
“Nah ini yang penting,” sergah Kadir seperti sedang mendapat angin untuk menyampaikan gagasannya. “Ketika seseorang sadar bahwa dia melalukan sesuatu atas nama Allah, maka pertama setidaknya dia akan memastikan bahwa apa yang dikerjakannya adalah sesuatu yang baik—yang diridoi Allah, yang jauh dari setan.”
Kadir menatap Zikro dengan rasa ingin tahu dan ta’zhim: “Yang kedua?”
“Yang kedua, dia akan melakukan itu dengan sebaik-baiknya, memberikan yang terbaik yang bisa dia lakukan. Ente tentu lebih bisa menjabarkan filosifi do your best yang sering ente katakan ke ane. Ketiga, orang yang berbasmallah adalah dia yang melakukan setiap pekerjaan dengan tulus, sepenuh hati, dengan dasar cinta—terlepas dibayar atau tidak. Ketika dia tidak sanggup lagi dia akan jujur mengatakan tidak mampu. Sebab, dalam kalimat lengkap basmallah, Allah hanya memilih nama ar-Rahman (Yang Maha Mengasihi) dan ar-Rahim (Yang Maha Mencintai) dari nama-namaNya yang lain.”
Kadir memandangi serbuk kayu bekas gergajian yang memenuhi area kerja Zikro. Bangku kerja Zikro seolah tenggelam dalam genangan serbuk.
“Dir, serbuk-serbuk kecil yang rapuh ini pun selalu berbasmallah. Selalu bertasbih, mensucikannya. Selalu tulus dan sepenuh hati berbuat untuk manusia.”
“Seperti sungai Nil yang mengalir dengan bismillah, itu, kah?”
“Ente mengingat dengan baik kisah Umar r.a. dengan sungai Nil itu. Keren sekali.”
Zikro menepuk pundak Kadir dan mengajaknya menikmati kopi yang baru disiapkan istrinya.
“Keempat,” lanjut Zikro sebelum Kadir meminta, “dan ini tidak kalah penting, basmallah mendorong orang untuk menjaga diri, muru`ah, kehormatan sebagai wakil Tuhan. Masa, seorang ambassador Allah akan macem-macem?”
Aroma kopi jahe yang diseduh dengan kematangan yang pas membubul. Zikro dan Kadir bener-bener menikmatinya.
“Saya punya yang kelima, Zik.”
Zikro menatap Kadir. Sekarang berbalik, dia yang penasaran menunggu kata-kata Kadir. “Apa yang kelimat itu.”
“Kasih sayang membuat orang ingin memberi, dengan keikhlasan dan tanpa perhitungan. Allah Maha Mengasihi dan Menyayangi, karena itu pemberian-Nya tanpa batas. Membaca basmallah juga mengandung pesan agar kita memupuk cinta kasih pada makhluk Allah yang lain sehingga tergerak untuk memberi, berkontribusi, atas nama cinta, penuh ikhlas dan tanpa batas. Dia akan memberi dengan karya penuh dedikasi, seperti ente. Orang yang tidak memiliki cinta tidak mungkin bisa memberi.”
Zikro melongo. Ia tersenyum tanda akur dengan kata-kata Kadir. “Ane setuju, tetapi ane belum sebaik itu.”
“Ane salut ama kerja ente, Ro.” Kadir Nampak akan mengakhiri obrolan. “Tapi lain kali cobalah ubah pola tidur ke siang hari. Agar malam hari waktu bisa maksimal untuk keluarga. Bukankah Allah menciptakan siang untuk mencari kehidupan dan malam untuk istirahat?”
Zikro tersenyum.
“Ente, bener. Ana sebenarnya tidak terlalu nyaman dengan gaya ini. I’ll try, bro.”
“Dan, yang pasti, diskusi malam ini tidak menjadi alasan target kerjaan bisa diundur. Deal?”
“Pasti. Karena ane gak ingin bayarannya ente tahan juga.”
Mereka tertawa. Kadir berpamitan. Zikro melanjutkan kerja. Satu kali dua puluh empat jam lagi pekerjaan harus selesai. Bukan sekedar selesai, tapi juga berkualitas: kualitas cinta. Kalau tidak, akan cacat dan tertolak.
Zikro terngiang sebuah hadist Nabi yang dia maknai sendiri pesannya. “Setiap pekerjaan yang tidak dibarengi dengan spirit basmallah, maka hasil pekerjaan itu tidak maksimal, tak layak dan pantas ditolak.”

Senin, 05 Januari 2015

Maaf Penunjuk Senja

Aku melihat mata itu. Mata yang berkabut dari gunung di bawah sana. Kumohon, wahai para dewa, jagalah saudara-saudaraku dari kebinasaan. Jagalah jiwa saudara-saudaraku, agar tetap kuat menghadapi kehancuran bumi ini. Andai nanti langit dipenuhi api dan asap, tolong teruslah beri perhatian dan pengawasan pada Sang Putri Durin.____

Jika semua usaha kami, harus berakhir dalam kobaran api yang disemburkan naga itu, maka biarlah kami terbakar bersama. Tidak kalian Karena aku melihatnya, di kejauhan sana, api membumbung tinggi, membelah langit yang gelap. Orang-orang di bawah sana berteriak. Kami pun berteriak, meminta tali, untuk bisa menuruni lereng gunung ini, menemui saudara-saudara kami.

Tidak ada maksud tujuan membakar dan membuka gerbang fitnah __ namun yang terjadi naga itu membakar semua hati ___ jika gelap pun tersabu bara, kan kulindungi mataku dari panasnya. Karena aku tahu, jika api itu berhenti, dan kegelapan mulai merajai, berarti saudara-saudaraku telah mati. Jika langit telah tak mampu menopang segala kehancuran ini, mungkin ia akan runtuh, menimpa kota yang sepi__

Langit merekah merah membara.--- afwan wahai penunjuk Senja .. kulihat rekahannya, kulihat kehancuran di atas langit sana... Naga itu menyemburkan napas apinya bercampur fitnah atas kesalahan ku sendiri ___
tak ada kata yang bisa terucap selain Maaf .... Masih kulihat api di mana-mana. Di atas langit, di pemukiman, di hutan, di lereng gunung, semuanya membara... Namun Cinta dalam diam benar adanya ....

kulihat kehancuran di atas langit sana.____